• About
  • Contact
  • Submit Article

Strategi Mengajar Metode Meniru dan Mengingat (Imitation and Memoriter)

 on Wednesday, November 30, 2016  

Strategi Mengajar Metode Meniru dan Mengingat (Imitation and Memoriter)


Strategi Mengajar Metode Meniru dan Mengingat (Imitation and Memoriter) - Dalam masyarakat primitif atau belum maju, orang yang sudah tua merasa puas apabila mereka berhasil meneruskan kebudayaan (norma-norma, adat istiadat, keterampilan, dan lain-lain) yang telah diperolehnya kepada generasi muda. Penerusan dan pengoperan kebudayaan dalam masyarakat primitif itu berlangsung secara tradidional. Penerusan dan pengoperan secara tradisional ialah menyerahkan kebudayaan dengan cara-cara tertentu tanpa bereksperimen terlebih dahulu sehingga cara-caranya amat sedikit dan amat lamban perubahannya.
                Perubahan cara dalam menyajikan sesuatu kebudayaan itu jarang atau sedikit sekali terjadi karena mereka mudah puas, dan seringkali pula terjadi bahwa perubahan itu dianggap tabu atau terlarang. Cara-cara (menyajikan sesuatu) atau metode mengajar yang digunakan dalam masyarakat yang belum maju itu adalah metode meniru dan mengingat (Imitation and Memoriter Method).
                Bagaimanakah berlangsungnya proses penerusan dan pengoperan kebudayaan dengan menggunakan metode meniru dan mengingat? Proses penerusan dan pengoperan kebudayaan dengan menggunakan metode tersebut berjalan sebagai berikut:
1.         Anak-anak disuruh meniru cara bermain orang tua atau orang yang lebih tua.
2.         Anak-anak bermain sendiri dengan alat-alat permainan kecil-kecil yang merupakan tiruan permainan orang dewasa.
3.         Setelah anak-anak menjadi lebih besar, mereka diikutsertakan mengambil bagian dalam aktivitas-aktivitas orang dewasa misalnya berburu, bertani, dan upacara-upacara keagamaan dan adat. Setelah anak-anak ini mencapai kedewasaannya, maka mereka diikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan masyarakat secara aktif dan penuh tanggung jawab.

Sejalan dengan perkembangan kebudayaan dari masyarakat primitif itu maka metode meniru dan mengingat ini pun makin sempurna. Hal ini dapat terlihat misalnya dalam mengajarkan cerita-cerita di samping memelajari atau menangkap dan menghafalkan isi cerita-cerita itu, anak-anak/ orang yang belajar harus pula meniru cara-cara orang dewasa bercerita. Memang sebelum tulisan memenuhi syarat-syarat tertentu (belum sempurna) baik tradisi, mite-mite, tata cara harus dihafalkan dan ditiru oleh generasi muda.
Kapan dan di mana sajakah metode meniru dan mengingat ini digunakan? Pada zaman serta di manapun juga metode ini digunakan orang. Sekalipun demikian dari sejarah pendidikan kita dapat mengetahui bahwa metode meniru dan mengingat sering digunakan di India, negara-negara barat, lebih-lebih di Tiongkok. Guru-guru pada zaman Tiongkok Kuno mengajar murid-muridnya dengan menyebutkan atau mengucapkankalimat demi kalimat yang harus ditiru oleh murid-muridnya, yaitu dengan mengulangi mengucapkan apa yang diucapkan guru. Sesudah murid-murid dapat mengucapkan kalimat-kalimat itu dengan tepat, kemudian mereka mengucapkan lagi kalimat-kalimat itu di hadapan guru dan murid lain. Kalimat-kalimat itu diucapkan dengan lantang sehingga sampai dewasa ini kita dapat menyaksikan bahwa sekolah-sekolah Tiongkok pada umumnya ribut dengan suara manusia.
Adapun kebaikan dari metode meniru dan mengingat ini diantaranya ialah bahwa melalui metode ini keaslian dari sesuatu (misalnya adat istiadat, ajaran agama, dan sebagainya) dapat dipertahankan. Selain itu, melalui metode ini dapat pula melatih daya pengamatan belajar dan juga menghemat waktu serta tenaga.

Metode Meniru dan Mnegingat dalam Kebudayaan yang Telah Berkembang
Strategi Mengajar Metode Meniru dan Mengingat (Imitation and Memoriter)
sumber:edupost.id
Metode meniru dan mengingat sebagaimana yang diuraikan di muka mengalami perkembangan setelah metode itu digunakan oleh bangsa Romawi. Bangsa Romawi bukanlah suatu bangsa yang menciptakan metode-metode dalam bidang pendidikan. Metode mengajar yang digunakan bangsa Romawi adalah ciptaan bangsa Greeka (perlu diingat bahwa bangsa Romawi pernah menaklukkan dan menjajah bangsa Greeka).
                Seperti halnya anak-anak Yahudi, anak-anak dari bangsa Romawi mempelajari hukum-hukum dan peraturan-peraturan dengan mengingat-ingat atau menghafalkan hukum-hukum/peraturan-peraturan itu. Anak-anak atau generasi muda Romawi diajar atau di didik dengan meniru tingkah laku dan perbuatan-perbuatan ornag tua. Peniruan ini dilakukan di bawah asuhan seseorang yang disebut pedagoog. Pada waktu-waktu tertentu anak-anak mengikuti orang tua atau kakak mereka dan pada saat itulah disuruh meniru misalnya tentang berburu, berbicara dengan ramah, menggunakan alat pertanian, dan tentang kepahlawanan. Pendidik-pendidik Romawi yang sampai kini masih terasa pengaruhnya adalah Quitillianus (hidup antara tahun 35-100 Masehi). Quintillianus berpendapat bahwa cara belajar yang termudah dan efisien ialah dengan melihat dan kemudian mendiru contoh-contoh dari orang lain. Contoh-contoh yang diperlihatkan hendaknya diambilkan dari alam sekitar. Mengenai hukuman, Quintillianus menyarankan agar para guru tidak menghukum anak-anak atau murid terkecuali amat perlu.
                Selain Quintillianus, Dianysus dari Halicarnasus dan Dionysus dai Trace serta Protagoras adalah juga pendidik-pendidik terkenal berkebangsaan Romawi. Dionysus dari Halicarcasus menganjurkan cara mengajar tata bahasa (yang waktu amat dipentingkan) sebagai berikut: “Bila kita mempelajari tata bahasa, pertama-tama yang harus dipelajari adalah huruf-huruf bersama bunyi huruf-huruf itu.” Setelah itu bentuk huruf, kemudian suku kata, selanjtnya jenis kata (part of speech seperti kata benda, kata kerja, dan seterusnya). Setelah yang diatas dikuasai barulah mengajarkan membaca dan menulis. Bahan-bahan yang disajikan hendaknya diambilkan dari karya-karya pengarang ternama. Bahan-bahan yang disajikan itu hendaknya dianalisa dan didiskusikan. Dianysus dari Trace menganjurkan langkah-langkah mengajarkan bahasa sebagai berikut:
1.         Guru memilih bahan pelajaran. Bahan itu dibacakan dengan keras di depan murid. Dalam membaca itu guru harus memperhatikan ucapan setepat-tepatnya dan gayanya harus pula gaya berpidato.
2.         Menerangkan isi.
3.         Menghubungkan isi bacaan dengan peristiwa-peritiwa bersejarah atau mitos-mitos.
4.         Memberi komentar terhadap kata-kata penting serta menerangkan arti kata-kata itu dari sudut etimologi.
5.         Mengajarkan tata bahasa.

6.         Mengkritik bahan yang diajarkan itu. Dalam tahap ini disertai dengan saran-saran yang positif.

sumber:
Suradji. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Surakarta: UNS Press.

Strategi Mengajar Metode Meniru dan Mengingat (Imitation and Memoriter) 4.5 5 Kuingin Baca Wednesday, November 30, 2016 Strategi Mengajar Metode Meniru dan Mengingat (Imitation and Memoriter) Strategi Mengajar Metode Meniru dan Mengingat ( Imitation and Memoriter ) Strategi Mengajar Metode Meniru dan Mengingat ( Imitation a...


No comments:

Post a Comment

Kami mengharapkan saran maupun kritik yang membangun blog kami. Dilarang SARA dan kata-kata yang tidak pantas :)

Kuingin Baca