Pengertian Motif-Motif dan Motivasi Berprestasi - Motif
sering diartikan dengan dorongan. Sedangkan dorongan akan berbentuk tenaga yang
merupakan gerak jiwa dan jasmani untuk berbuat sesuatu. Dalam hal ini positif
merupakan suatu driving force yang
menggerakkan manusia untuk bertingkah laku, dan dalam perbuatannya mempunyai
tujuan tertentu.
Crow
A. (1983) mengartikan bahwa motif adalah suatu keadaan yang menyebabkan seseorang
mampu melakukan dan mengarahkan sesuatu perbuatan atau akivitas untuk mencapai
tujuan tertentu.
a.
Pengertian Motif
As’ad (1986) berpendapat bahwa
motif didefinisikan sebagai need atau
kebutuhan, want atau keinginan. Drives atau dorongan atau impuls dalam
diri manusia. Motif diarahkan pada tujuan yang mungkin disadari atau mungkin
tidak disadari.
Gerungan (1983) menyatakan bahwa
motif itu mempunyai pengertian yang mencakup semua penggerak, alasan-alasan,
dorongan-dorongan dalam diri manusia untuk melakukan suatu perbuatan.
Ruch (dalam Ancok dan Rasimin,
1989) menyatakan bahwa motif, sebagai kondisi internal yang komplek mendorong
dan mengarahkan individu kepada tujuan tertentu.
Atkinson (diambil dari Mulyadi,
1982) mengungkap motif, merupakan suatu disposisi laten yang berusaha dengan
kuat untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan ini dapat berupa prestasi,
afiliasi, ataupun kekuasaan.
Atas dasar beberapa pendapat di
atas dapat disimpulkan, bahwa motif merupakan dorongan dari dalam, inner need yang bersifat kompleks,
laten, dan potensial yang memberikan arahan dan perilaku manusia di dalam
mencapai tujuan baik berupa prestasi, afilikan, ataupun kekuatan.
b.
Pengertian Motivasi
Crow A. (1983) menyatakan bahwa
motivasi adalah suatu keadaan yang menyebabkan seseorang untuk melakukan suatu
perbuatan atau aktivitas untuk mencapai tujuan.
Teevan dan Smith (1967), motivasi
adalah konstruksi yang mengaktifkan perilaku, sedangkan komponen yang lebih
spesifik dari motivasi yang berhubungan dengan tipe perilaku tertentu disebut
motif.
Menurut Klien dan Maher mengatakan
makin tinggi tingkat pendidikan akan memengaruhi tingkat kebutuhan individu
tersebut. Individu yang pendidikannya rendah dalam hal ini menuntut pemenuhan
kebutuhan pokok atau dasar dalam memperjuangkan kehidupannya. Sedangkan individu
yang mempunyai pendidikan yang tinggi akan menuntut perbaikan taraf kehidupan. Kesejahteraannya
sehingga macam dan tingkat kebutuhannya pun makin bervariasi dan makin tinggi.
Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari
konsep norma dan nilaipun, telah bergeser dari norma tradisional yang bersifat
konvensional, berubah menjadi norma dan nilai campuran atau norma baru yang
menggambarkan konsep yang bersifat individualistis, pragmatis, praktis, mudah
dilaksanakan, dan memberikan gambaran cepat dalam pencapaian tujuan.
Menurut Atkinson (1984), individu
yang tinggi motivasi berprestasi, namun tinggi dalam kecemasannya ada
kecenderungannya untuk realistis. Faktor kecemasan dalam diri individu akan
memengaruhi perilakunya dalam manifestasi motivasi berprestasi yang diaktualisasikan.
Handoko (1987), motivasi adalah
keadaan dalam arti pribadi seseorang untuk mendorong individu untuk melakukan
kegiatan tertentu guna mencapai tujuan.
Motivasi yang terdapat dalam
individu akan terealisir dalam suatu perilaku yang mengarah pada tujuan yang
diinginkan untuk memperoleh kepuasan. Atas dasar pendapat di atas dapat
dinyatakan bahwa motif atau motivasi mampu memberikan kekuatan, dorongan untuk
menggerakkan diri seseorang dalam perilaku tertentu dan sekaligus memberikan
arahan terhadap diri seseorang untuk merespon atau melakukan kegiatan ke arah
pencapaian tujuan.
c.
Pengertian Motivasi Berprestasi
Menurut Hall dan Lindzey, motif
berprestasi sebagai dorongan yang berhubungan dengan prestasi yaitu menguasai,
mengatur lingkungan sosial atau fisik, mengatasi rintangan dan memelihara
kualitas kerja tinggi, bersaing melebihi prestasi yang lampau dan memengaruhi
orang lain. McClelland dalam bukunya Memacu Masyarakat Berprestasi (1983)
membedakan tiga kebutuhan yang ada pada manusia, yaitu kebutuhan berprestasi
atau n-Ach, kebutuhan untuk berkuasa,
dan kebutuhan untuk berafiliasi atau n-Affiliation.
Ia mengatakan bahwa motivasi berprestasi di dalam menyeleksi suatu
aktivitas atau pekerjaan yaitu dengan usaha yang aktif, sehingga memberikan
hasil yang terbaik. n-Ach, ini akan
mecerminkan dalam perilaku individu yang selalu mengarah pada suatu keunggulan.
Seseorang yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi akan menyukai
tugas-tugas yang menantang, bertanggung jawab, dan terbuka untuk umpan balik
yang memperbaiki prestasi inovasi dan kreatif.
Mcclelland (dalam Mryon Weiner,
1984) menyatakan bahwa motivasi berprestasi diberi nama virus mental yaitu n-Ach (Need for Achievement). Virus mental terjadi pada diri seseorang,
cenderung orang itu akan bertingkah laku secara giat. Dengan menambahkan n-Ach seseorang akan menjadi bertambah
giat dan tekun dalam berupaya, tidak hanya sekedar mencari keuntungan, namun
berupaya lebih keras agar lebih mencintai pekerjaan, untuk mendapat kepuasan
dalam hidup.
McClleland dan Heckhausen
menyatakan bahwa motivasi berprestasi adalah motif yang mendorong individu
dalam mencapai sukses dan bertujuan untuk berhasil dalam kompetisi dengan
beberapa ukuran keberhasilan, yaitu dengan membandingkan prestasinya sendiri
sebelumbya maupun dengan prestasi orang lain.
Menurut Atkinson (1959), adalah
kecenderungan seseorang mengadakan reaksi untuk mencapai tujuan dalam suasana
kompetisi, demi mencapai tujuan yaitu apabila prestasi yang dicapai melebihi
aturan yang lebih baik dari sebelumnya. Khususnya yang menantang dan mempunyai
reward yang bersifat intrinsik. Individu yang mempunyai motif berprestasi yang
tinggi mampu dicapai melebihi aturan yang lebih baik dari sebelumnya. Khususnya
yang menantang dan mempunyai reward yang bersifat intrinsik. Individu yang
mempunyai motif berprestasi yang tinggi mempunyai motif untuk meraih sukses.
sumber:
Riani, A. L., Suwarsi, S., Karsono, Sudarwanto, S., Purwono, J., Wijaya, M., a.l. 2005. Dasar-Dasar Kewirausahaan. Surakarta: UNS Press.