Landasan dan Prinsip Pengembangan Kurikulum Part 2
1.
Landasan Sosiologis Pengembangan Kurikulum
Landasan sosial dalam pengembangan
kurikulum merupakan kajian sosial masyarakat yang akan dikembangkan. Ruang lingkup
kajiannya sangat luas yaitu unrus sosial, budaya, ekonomi, agama, politik,
bahkan keamanan. Inti kajiannya merekonstruksi sosial di masa yang akan datang,
mengurangi atau memutus budaya yang dianggap tidak mendukung perubahan dang
mengembangkan budaya yang dianggap dapat mengakselerasi perubahan.
Abdullah Idi (2007)
memberi rambu-rambu tentang tugas para pengembang kurikulum dalam kajian
sosiologi, yaitu:
a.
Mempelajari dan memahami kebutuhan masyarakat
sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang, peraturan, keputusan pemerintah,
dan lain-lain.
b.
Menganalisis masyarakat di mana sekolah berada,
c.
Menganalisis syarat dan tuntutan terhadap tenaga
kerja, dan
d.
Mengintrepretasi kebutuhan individu dalam ruang
lingkup kepentingan masyarakat.
Kajian sosiologi dari
sebuah masyarakat dapat ditojolkan dari berbagai aspek dan ditenukan tujuan
sesuai dengan harapan masyarakat. Misalnya dalam konteks sosial masyarakat
Indonesia yang merindukan kesatuan dan persatuan bangsa, maka kajian sosial
yang dikedepankan adalah aspek bhinneka tunggal ika dan bisa diajarkan di
sekolah-sekolah.
Kajian budaya dapat
digali dari unsur-unsur budaya daerah yang menonjol dan patut dicontoh sehingga
menjadi kebanggan budaya nasional. Misalnya untuk menanamkan semangat pantang
menyerah, kita dapat mengkaji pepatah orang Makassar yang mengatakan “Sekali Layar
Terkembang, Pantang Biduk Surut Ke Pantai”. Sebaliknya jika ingin menanamkan
rasa hormat kepada orang tua dan saudara-saudaranya di kampung halaman, maka
perlu disampaikan serita tentang Si Malin Kundang yang terkutuk, jadi batu
karena tidak mengakui ibu kandungnya setelah ia kaya raya di perantauan. Dengan
demikian, dalam kajian budaya harus memiliki landasan kuat untuk mengembangkan
budaya baik dan sedikit demi sedikit untuk mengikis budaya jelek.
Dari aspek ekonomi,
kajian harus diarahkan pada angka angkatan kerja dan pengangguran. Prediksinya harus
tepat berdasarkan data demografi. Pemerintah mecanangkan pendidikan menengah
kejuruan (SMK) sebagai alternatif terbaik untuk mengurangi beban pengangguran. Pendidikan
menengah kejuruan mengutamakan penyiapan peserta didik untuk memasuki lapangan
kerja dang mengembangkan sikap profesional sejak dini.
Aspek politik
diarahkan pada kaian bentuk demokrasi yang akan dibangun. Penanaman niali
demokrasi tidak semudah membalikan telapan tangan, karena memerlukan proses
yang panjang dan penyadaran terintegrasi.
2.
Landasan Organisatoris Pengembangan Kurikulum
Landasan organisasi
terkait dengan model kurikulum yang akan dikembangkan dengan memperhatikan
kajian sosial, budaya, dan politik. Pada kurikulum sebelum 2006, kita
menerapkan organisasi kurikulum yang bersifat sentralistik yaitu semua
perangkat kurikulum dikembangkan di tingkat pusat. Setelah tahun2006 organisasi
kurikulum melimpah di sekolah yang kemudian kita kenal dengan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikuluk 2013, ada kecenderungan untuk kembali ke
sentralisasi. Indikator sentralitas Kurikulum 2013 antara lain:
a.
Silabus setiap mata pelajaran telah dibuatkan
oleh pemerintah pusat, padahal sebelumnya dibuat oleh guru.
b.
Guru hanya boleh menggunakan satu buku paket
yang telah disiapkan oleh pemerintah pusat, sehingga akan terjadi keseragaman
di seluruh tanah air.
c.
Guru harus menggunakan satu pendekatan
pembelajaran saja yaitu pendekatan saintifik.
d.
Sistem evaluasi belajar diatur ketat oleh pusat.
Keseragaman bentuk laporan hasil belajar peserta didik dan masih adanya Ujian
Nasional adalah indikator sentralisasi kurikulum.
Tim pengembang kurikulum harus mengetahui tentang model-model
pengembangan kurikulum. Sukmadinata (2002) menyebutkan beberapa model
pengembangan kurikulum yang dikenal luas yaitu The Administrative Model, the
Grass Root Model, Beauchamp’s System, dan The Demonstration Model. The Administrative
Model disebut juga model top down
yaitu kurikulum dikembangkan dari atas (sentralistis) dan mengangkat
administrator pendidikan serta menggunakan prosedur administrasi. Administrator
pendidikan membentuk suatu komisi yang beranggotakan pejabat pendidikan dan
para ahli kurikulum dengan tugas merencanakan, mengembangkan, dan mengevaluasi
pelaksanaan kurikulum. The Grass Roots
Model yaitu model yang kebalikan dari model administrative. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum berasal
dari guru-guru atau sekolah. Model grass
roots ini berkembang dalam sistem desentralisasi pendidikan. Pengembangan kurikulum
model grass roots akan lebih baik,
bila guru-guru memiliki kompetensi yang memadai, sekolah memiliki fasilitas
yang lengkap, dan sekolah memiliki potensi pembiayaan penyelenggaraan
pendidikan yang relatif leluasa. Beauchamp’s
System ini memiliki lima langkah pengembangan, yaitu (a) menetapkan lingkup
wilaya pengembangan; (b) menetapkan personalia; (c) menetapkan organisasi dan
prosedur pengembangan kurikulum; (d) implementasi kurikulum yakni melaksanakan
kurikulum yang membutuhkan kesiapan guru, siswa, fasilitas, biaya, di samping
kesiapan manajerial, dan; (e) evaluasi kurikulum. Demonstration Model merupakan model pengembangan kurikulum yang
digagas oleh beberpa guru yang bekerja sama dengan ahli kurikulum. Kerjasama mereka
dimaksudkan untuk mengadakan perbaikan bail sebagian maupun keseluruhan dari
komponen kurikulum.
Wina Sanjaya (2008) mengajukan lima prinsip pengembangan
kurikulum yaitu prinsip relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, efektivitas, dan
efisiensi. Abdullah Idi (2007) menambah satu prinsip lainnya yaitu harus
berorientasi pada tujuan.
Prinsip relevansi yaitu prinsip penyelerasan baik secara
internal maupun eksternal. Relevansi internal yaitu penyelarasan antar komponen
kurikulum seperti tujuan, bahan, strategi, pengelolaan, dan evaluasi. Relevansi
eksternal yaitu penyelerasan kurikulum dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat
(sosiologis), tuntutan dan kebutuhan peserta didik (psikologis), dan tuntutan serta kebutuhan ilmu pengetahuan
dan tekonologi (epistimologi).
Prinsip fleksibilitas yaitu mengembangkan kurikulum yang
bersifat luwes. Artinya bersifat lentur ketika dibutuhkan perbaikan strategi
dan metode pada saat implementasi kurikulum
untuk mengoptimilkan hasil yang akan diperoleh.
Prinsip kontinuitas yaitu prinsip kesinambungan antar jenjang
pendidikan. Dalam Kurikulum 2013 , prinsip ini ditonjolkan dalam gradasi
Kompetensi Inti dari kelas rendah sampai kelas tinggi. Kesinambungan juga
bersifat kewilayahan yaitu bersinambungan dari lingkup lokal, regional,
nasional, dan dunia.
Prinsip efisiensi yaitu mengusahakan agar dalam penggunan
waktu, biaya, dan sumber-sumber lainnya sehemat mungkin dengan hasil yang
optimal. Pemborosan biasanya terjadi oleh karena alur birokratis yang terlalu
rumit, memilih barang dan jasa yang tidak berkualitas, dan tidak berkesinambungan
dalam program.
Prinsip efektifitas adalah prinsip yang mengusahakan agar
kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan dengan tepat baik secara
kuantitas maupun kualitas. Kasus yang tidak efektif adalah program sertifikasi
guru. Guru yang telah melalui proses pelatihan sertifikasi seharusnya
berpengaruh signifikan terhadap peningkatan mutu pendidikan, namun sampai saat
ini belum terlihat efektifitasnya. Selain itu, implementasi sertifikasi guru
telah memberi rekomendasi terhadap guru yang mismatch (tidak relevan antara keahlian denga tugas mengajarnya)
untuk menjadi guru profesional di bidang yang tidak dikuasai oleh guru.
Untuk materi sebelumnya bisa klik Landasan dan Prinsip Pengembangan Kurikulum Part 1
sumber:
Yani, A. 2014. MINDSET KURIKULUM 2013. Bandung: Alfabeta.