Peran dan Fungsi Kurikulum
Oemar Hamalik
dalam Wina Sanjaya (2008) menyebutkan tiga peranan dalam sistem pendidikan
yaitu peranan dalam melakukan konservatif, kreatif, dan kritis (evaluatif).
Peran konservatif adalah peran memelihara nilai-nilai baik terus dikembangkan
dalam kehidupan masyarakat. Peran kreatif adalah peran untuk mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi sesuai dengan tuntutan jaman. Peran kritis
(evaluatif) yaitu peran dalam “pengawalan” pengembangan masyarakat dalam
konteks sosial, budaya, ekonomi, politik, dan dimensi kehidupan lainnya.
Peran
konservatif kurikulum jarang sekali diperhatikan oleh para tim pengembang
kurikulum. Barulah Kurikulum 2013 yang mencoba merekonstruksi kembali peran
konservatif kurikulum yaitu melalui penanaman nilai karakter. Kita telah
memiliki 18 unsur pendidikan karakter seperti religius, jujur, toleran, dan
seterusnya. Nilai-nilai tersebut akan dikonversi atau dipelihara dalam
kurikulum. Cara mengembangkannya melalui pengintegrasian dalam setiap mata pelajaran
sehingga lahir Kompetensi Inti (KI) aspek sosial dan sikap spiritual,
dikembangkan melalui kegiatan ekstrakurikuler kepramukaan, dan diukur dengan
pendekatan penilaian otentik. Konsepnya sudah baik, tinggal bagaimana
implementasinya di sekolah.
Peran
kreatif dari kurikulum telah terlihat hasilnya. Banyak sekali inovasi yang
telah dilahirkan. Fenomena kreasi dari peran kurikulum misalnya lahirnya mobil
Esemka yang merupakan hasil karya siswa SMK di Solo, Jawa Tengah. Walaupun
“dipolitisasi”, namun mobil rakita ini sempat menjadi kebanggan Bangsa
Indonesia. Kreasi serupa misalnya Kontes Robot Indonesia (KRI) tingkat nasional
yang diharapkan dapat mendorong mahasiswa untuk berkompetisi dan berprestasi.
Demikianlah fungsi kreatif dalam kurikulum. Jika terus dikembangkan, maka di
masa depan akan lahir kreasi-kreasi baru dalam bidang budaya, seni, dan bidang
lainnya.
Peran
kritis (evaluatif) dari kurikulum merupakan peranan yang bersifat
berkesinambungan selama proses pendidikan masih berjalan. Peran kritis akan
dihadirkan di kelas dengan berbagai cara. Ketika guru mengkritisi masalah
banjir dan kerusakan lngkungan, maka pada saat itulah peran kritis dan
evaluatif sedang berfungsi. Memberi penghargaan terhadap peserta didik yang
juara Olimpiade Sains merupakan wujud dari peran kritis dengan tujuan
memotivasi siswa lain untuk berprestasi. Dengan demikian, kurikulum akan
berjalan dengan baik jika semua fungsi
diaktifkan secara sinergi setiap saat.
Dengan
perananannya yang strategis, kurikulum perlu difungsikan di sekolah. Para ahli
banyak mengajukan gagasan tentang fungsi kurikulum. Setidaknya ada tiga
kelompok pendapat untuk memfungsikan kurikulum, yaitu: (1) fungsi kurikulum
berdasarkan stakeholder-nya, (2)
fungsi kurikulum berdasarkan wilayah pengembangan peserta didik, dan (3) fungsi
kurikulum sebagai pengorganisasian proses belajar. Pengelompokan tersebut hanya
untuk memudahkan dalam pembahasan dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Fungsi
kurikulum berdasarkan stakeholder-nya
diuraikan berdasarkan sudut pandang pihak penggunanya yaitu peserta didik,
pendidik, kepala sekolah, orang tua, sekolah yang berada di atasnya, masyarakat
pemakai lulusan (Abdullah Idi, 2007):
a.
Bagi peserta didik, kurikulum berfungsi sebagai
bahan pengalaman belajar atau sebagai konten untuk dipelajari. Kurikulum yang
terwujud dalam ceramah guru, buku, dan informasinya lainnya menjadi pengalaman
belajar bagi peserta didik.
b.
Bagi pendidik, kurikulum berfungsi sebgai
pedoman kerja dalam mengorganisasi pengalaman belajar dan pedoman untuk
mengadakan evaluasi perkembangan peserta didik.
c.
Bagi kepala sekolah, kurikulum berfungsi sebagai
pedoman dalam melakukan supervisi pembelajaran, pedoman evaluasi atas kemajuan
pembelajaran, dan dijadikan bahan kajian untuk pengembangan kurikulum di masa
yang akan datang.
d.
Bagi orang tua, kurikulum berfungsi sebagai alat
komunikasi orang tua dengan sekolah tentang pendidikan putra-putrinya. Selain
itu dapat dijadikan pedoman dalam keikutsertaannya dalam pelaksanaan kurikulum
di sekolah.
e.
Bagi sekolah yang berada di atasnya, kurikulum
berfungsi sebagai pemeliharaan kesinambungan proses pembelajaran dan dijadikan
indikator untuk meningkatkan mutu pendidikan agar peserta didik dapat
meneruskan pendidikannya di perguruan tinggi.
f.
Bagi masyarakat pemakai lulusan, kurikulum
berfungsi sebagai bagian dari bukti akuntabilitas sekolah kepada pengguna
lulusan. Degan adanya kurikulum yang terinformasikan, masyarakat dapat
memberikan kritik dan saran konstruktif untuk penyempurnaan program pendidikan.
Fungsi kurikulum berdasarkan wilayah
pengembangan peserta didik dikemukakan oleh McNeil dalam Wina Sanjaya (2008)
yaitu bahwa kurikulum memiliki empat fungsi: fungsi pendidikan umum,
suplementasi, eksplorasi, dan keahlian.
a.
Sebagai fungsi pendidikan umum (common and general education), kurikulum
berperan sebagai suatu komponen kebijakan dalam mempersiapkan peserta didik
agar menjadi warga negara yang baik. Kurikulum memiliki fungsi untuk memberikan
pengalaman belajar kepada peserta didik agar mampu menginternalisasi
nilai-nilai dalam kehidupan dan memahami setiap hak dan kewajiban sebagai warga
negara.
b.
Sebagai fungsi suplementasi (supplementation), kurikulum dapat
menambah kemampuan peserta didik sehingga potensi, bakat, dan minatnya
berkembang.
c.
Sebagai fungsi eksplorasi (exploration), kurikulum dapat dijadikan instrumen dalam memotivasi,
menemukan, dan mengembangkan bakat dan minat peserta didik. Kurikulum akan
mampu memberi pelayanan pengembangan potensi dari setiap perbedaan peserta
didik.
d.
Sebagai fungsi pengembangan keahlian (specialitation), kurikulum dapat
mengembangkan keahlian khusus peserta didik (spesialisasi). Fungsi pada wilayah
ini adalah menyiapkan peserta didik untuk memiliki life skill untuk dapat diterima di dunia kerja.
Fungsi kurikulum sebagai
pengorganisasian proses belajar. Pendapatnya mengacu pada Alexander Inglis
dalam Abdullah Idi (2007) yaitu bahwa kurikulum memiliki fungsi:
a.
Penyesuaian (the
adjustive or adaptive function) yaitu fungsi kurikulum agar peserta didik
mampu menyesuaikan diri dalam kehidupannya. Masyarakat yang terus berubah
menjadi tantangan bagi kurikulum agar dapat berfungsi sebagaimana mestinya
dalam menyiapkan peserta didik.
b.
Integrasi (the
integrating function) yaitu fungsi kurikulum dalam memberi pendidikan yang
utuh kepada peserta didik, artinya tidak hanya aspek intelektualnya juga aspek
sikap dan keterampulannya.
c.
Diferensiasi (the differentiating function) yaitu fungsi kurikulum dalam memahami
peserta didik dan memberi pelayanan sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Kurikulum
harus mampu memberi pedoman agar mampu menjadi penolong dengan sejumlah
kebutuhan yang berbeda-beda.
d.
Persiapan (the
preparation function) yaitu fungsi kurikulum dalam menyiapkan peserta didik
agar dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dan atau mampu
membekali peserta untuk dapat belajar sepanjang hayat di lingkungan
masyarakatnya.
e.
Pemilahan (the
selective function) yaitu fungsi kurikulum dalam memberi kesempatan kepada
peserta didik sesuai minat dan bakatnya. Dengan demikian, kurikulum harus
dirancang secara fleksibel untuk melayani semua peserta didik.
f.
Diagnostik (the
diagnostic function) yaitu fungsi kurikulum sebagai instrumen ntuk mengenal
berbagai kekuatan dan kelemahan peserta didik. Dengan ini, kurikulum dapat
berperan sebagai solusi dalam mengatasi kelemahan dan mengembangkan kekuatan ke
arah yang lebih sinergi.
Sumber:
Yani, A. 2014. MINDSET KURIKULUM 2013. Bandung:
Alfabeta.
No comments:
Post a Comment
Kami mengharapkan saran maupun kritik yang membangun blog kami. Dilarang SARA dan kata-kata yang tidak pantas :)