Pengertian dan Komponen Kurikulum
Pengertian dan Komponen Kurikulum - Pemahaman
kita tentang kurikulum saat ini adalah susunan mata pelajaran yang akan
diajarkan di setiap jenjang pendidikan. Pemahaman ini tidak keliru, namun masih
kurang lengkap. Pemahaman kita tentang kurikulum harus diperluas karena ketika
membahas tentang nama-nama mata pelajaran pada suatu kurikulum, kita akan
terjebak banyak istilah. Di Indonesia, nama mata pelajaran di SD sudah merujuk
pada nomenklatur subjek akademik seperti Matematika, Bahasa Indonesia, IPA, dan
IPS yang pada akhirnya menyulitkan diri kita sendiri. Hal ini karena konten
dari mata pelajaran tersebut pada akhirnya “ditarik-tarik” untuk dicari
tema-tema pembelajaran (disebut tematik).
Saat
ini guru harus memelajari Kompetensi Dasar (KD) dari setiap mata pelajaran lalu
dijejerkan satu dengan yang lain. Setelah itu dicari satu kata yang bisa
menaungi semua KD dalam bentuk tematik. Pemerintah dapat menetapkan tema-tema
pada setiap pertemuan dan menentukan target KD secara lebih rinci. Dengan
derertan tema yang dilengkapi KD campuran dari berbagai mata pelajaran, mka
guru tinggal melaksanakannya di kelas. Mudah dan tidak bertele-tele.
Memang
tidak dapat dipungkiri, alasan kita melaksanakan pembelajaran tematik adalah
agar guru lebih kreatif dan juga mengakomodasi keragaman potensi dari setiap
satuan pendidikan di tanah air. Namun jika dilandasi oleh alasan tersebut, maka
energi kita akan terkuras untuk urusan yang tidak substansial, padahal tidak
diharamkan jika kita mencari jalan lain selain menggunakan nama mata pelajaran
yang disandarkan pada subjek akademik. demikianlah nasib akhir-akhir ini,
ketika pola pikir kita masih terjebak oleh pengertian sempit kurikulum, maka
akan rumitlah mengatasi detiap persoalan kurikulum di negeri kita.
Oleh karena
itu, para ahli mencoba memahami persoalan kurikulum dengan memperluas
pengertiannya. Murray Print (1993) menyatakan bahwa:
“Curriculum is defined as all the planned learning opportunities offered
to learners by the educational institution and the experiences learners
encounter when the curriculum is implemented. This includes those activities
that educators have devised for learners which are invariably represented in
the form of a written document and the process whereby teachers make decisions
to implement those acyivities given interaction with context variables such as
learners, resources, teachers, and the learning environment”. Intinya, ia
berpendapat bahwa kurikulum adalah semua kesempatan belajar yang dirancang
untuk peserta didik di sekolah dan institusi pendidikan lainnya. Selain itu,
kurikulum juga dapat dimaknai sebagai rancangan pengalaman yang akan diperoleh
peserta didik ketika kurikulum tersebut diimplementasikan. Kurikulum juga dapat
diartikan sebagai langkah kegiatan perancangan interaksi peserta didik dengan
lingkungan belajarnya yaitu interaksi dengan dirinya sendiri sebagai guru,
dengan sumber belajar dan lingkungan belajar lainnya. Rancangan selalu disusun
dalam dokumen tertulis dan dilaksanakan serta dikendalikan oleh guru.
Murray
Print (1993) menggarisbawahi empat hal penting dalam definisi kurikulum yang
diajukanya yaitu adanya:
1. Planned learning experiences.
2. Offered within educational institutional.
3. Represented as a document.
4. Includes experiences resulting from
implementing that document.
Dari
definisinya, Murray Print tidak menyebut kurikulum sebagai kumpulan dari
nama-nama maa pelajaran tetapi menyebutnya sebagai pengalaman belajar. Nama
suatu mata pelajaran bisa mengambil dari istilah keilmuan (misalnya mata
pelajaran Matematika, Sejarah, Bahasa, Geografi, Ekonomi dan lain-lain) atau
bisa juga dengan menggunakan istilah dan tema yang dikenal di masyarakat.
Penentuan nama mata pelajaran tergantung pada filosofi yang dianut oleh tim
pengembang kurikulum.
Poin kedua
adalah bahwa kurikulum merupakan suatu tawaran program yang diajukan oleh
institusional tertentu. Dalam hal ini pemerintah akan meneruskan kebijakan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), sebaiknya sekolah memanfaatkan
sebagai bentuk tawaran program terbaiknya. Sekolah sebaiknya memiliki visi dan
misi unggulan sehingga masyarakat dapat memilih jenis tawaran program dari
setiap sekolah.
Point ketiga
dan keempat merupakan catatan yang penting pula. Suatu program pembelajaran
yang berlaku di sekolah tidak dapat dikatakan sebagai kurikulum yang akuntabel
manakala tidak direncanakan secara sistematis dan terukur. Oleh karena itu
perlu didokumentasikan sebagai wujud dari tanggung jawab sosial bagi pihak guru
dan sekolah.
Wina Sanjaya
(2008) juga memberi pengertian kurikulum yang mirip dengan Murray Print. Ia
menyebutkan bahwa kurikulum adalah sebuah dokumen perencanaan yang berisi
tentang tujuan yang harus dicapai, isi materi dan pengalaman belajar yang harus
dilakukan oleh siswa, strategi dan cara yang dapat dikembangkan evaluasi dirancang
untuk mengumpulkan informasi tentang pencapaian tujuan, serta implemntasi dari
dokumen yang dirancang dalam bentuk nyata. Untuk mengembangkan kurikulum,
kegiatannya meliputi penyusunan dokumen, implementasi dokumen, serta evauasi
dokumen yang telah disusun.
Kurikulum
tidak sebatas pada merumuskan desain atau program pembelajaran di kelas, tetapi
juga menciptakan lingkungan belajar dalam arti yang lebih luas. Tim pengembang
kurikulum harus memastikan bahwa pengalaman belajar peserta didik dapat diperoleh
dari program yang direncanakan. Hilda Taba (1962), menyebutnya sebagai
kurikulum yang tersembunyi (The Hidden
Curriculum). Seorang pengembang kurikulum harus mampu memprediksi
pengalaman belajar yang tidak terprogram agar penyimpangannya dapat dikendalikan.
Sebagai
contoh, tim pengembang kurikulum di negara kita, kelihatannya tutup mata
terhadap kondisi sekolah yang tidak memiliki halaman sekolah. Kita memberi
banyak kebebasan kepada masyarakat untuk membuka lembaga-lembaga sekolah
padahal mereka tidak memiliki halaman sekolah yang cukup. Dalam teori The Hidden Curriculum, keceriaan siswa
bermain di halaman ekolah akan berpengaruh terhadap perilaku dan sikap yang
positif. Ketika sekolah memiliki halaman yang luas, maka siswa dapat melempar
dan menendang bola tanpa ada rasa takut mengenai kaca jendela. Sekarang mari
perhatikan, saat ini banyak sekali sekolah di perkotaan yang tidak menyediakan
halaman bermain yang luas. Para siswa tidak lagi bebas bermain bola, oleh
karena itu jangan heran apabila di kalangan pelajar sering terjadi tawura.
Energi anak muda tidak dapat disalurkan dengan baik sehingga mereka sangat suka
melempar batu dan senjata tajam ke arah lawan tawurannya. Kajian tentang
kurikulum yang semacam inilah yang harus diperhatikan secara serius oleh tim
pengembang kurikulum di semua tngkat termasuk tim pengembang kurikulum tingkat
nasional.
Selain
dimaknai sebagai suatu rancangan program, kurikulum juga dimaknai sebgai proses
memebrikan pengalaman belajr atau materi ajar. Oemar Hamalik (2002) menyebutkan
dua belas faktor yang harus diperhatikan dalam implementasi kurikulum yaitu (1)
perumusan tujuan pembelajaran dan/atau indikator ketercapaian kompetensi, (2)
kebijakan dalam pengelompokan program studi, (3) identifikasi sumbersumber
pendidikan (anggaran, sarana, dan prasarana pembelajaran), (4) peranan
masing-masing pihak yang terlibat (guru, kepala sekolah, staf sekolah, dan stakeholder lainya), (5) penyiapan
kemampuan profesionalisme guru, (6) penyediaan unsur penunjang (media, alat,
dan sumber belajar), (7) penjadwalan pelaksanaan, (8) sistem komunikasi, (9)
sistem monitoring, (10) pencatatan dan pelaporan, (11) evaluasi proses, dan
(12) revisi atau perbaikan kurikulum.
Dengan
pemahaman di atas, proses kurikulum akan berlangsung setiap saat selama peserta
didik berada di lingkungan sekolah. Saat guru melakukan pembelajaran di
ruangnkelas, maka itulah kurikulum. Saat peserta didik membaca buku di
perpustakaan, maka mereka sedang melaksanakan kurikulum. Bahkan, saat guru
menegur siswa karena tidak berpakaian rapi, maka guru tersebut sedang
menjalankan proses kurikulum. Jika kita sependapat dengan pengertian ini, maka
perdebatan tentang nama mata pelajaran menjadi kurang bermakna dibandingkan
dengan proses kurikulum yang sangat kompleks dan rumit.
Untuk memperjelas
arti atau pengertian kurikulum sebaiknya kita melihat komponen kurikulum. Nasution
(1993) menyebut empat komponen pokok kurikulum yaitu tujuan, bahan pelajaran,
proses belajar mengajar, dan penilaian. Subandijah yang dikutip Abdullah Idi
(2007) menyebutkan komponen kurikulum atas lima komponen ditambah komponen
penunjang, yaitu tujuan, isi atau materi, organisasi atau strategi, media, dan
proses belajar mengajar. Adapun komponen pendukungnya adalah administrasi dan
supervisi, pelayanan bimbingan dan penyuluhan, dan sistem evaluasi. Abdullah Idi
(2007) sendir menyebutkan enam komponen kurikulum yaitu komponen:
1. Tujuan,
2. Isi
dan struktur program,
3. Media
atau sarana dan prasarana,
4. Strategi
pembelajaran,
5. Proses
pembelajaran, dan
6. Evaluasi
atau penilaian.
Tujuan kurikulum
merupakan komponen penting dari setiap sistem kurikulum. Tujuan merupakan
pelita bagi setiap pihak yang terlibat dalam kurikulum. Bagi guru dijadikan
acuan dalam setiap pelaksanaan pembelajaran dan pengembangan kepribadian
peserta didik. Bagi peserta didik, dapat dijadikan sebagai indikator manakala
ingin melakukan pengukuran terhadap tingkat keberhasilan pembelajaran dan
kurikulum.
Untuk keperluan
teknis, komponen tujuan dalam kurikulum dibedakan menjadi tiga, yaitu: aims, goals, dan objectives (Murray Print, 1993). Aims merupakan rumusan tujuan yang bersifat umum dan biasanya
dirumuskan pada tingkat tujuan penddikan nasional. Murray Print memberi
pengertian yaitu “aims are broadly
phrased statements of educational intent. Aims state what is be hopefully
achieved by the curriculum. They are purposely stated generally because they
are developed for a general level of educational and by society”.
Goals merupakan tujuan yang lebih
spesifik. Tujuan diarahkan kepada gambaran prestasi peserta didik dengan
menekankan pada konten berupa pengetahuan dan keterampilan. Contoh rumusan goals dalam kurikulum misalnya peserta
ddik dapat menunjukkan tanggung jawabnya sebgai warga negara di lungkungan
sekolahnya, masyarakat, negara, dan dunia. Sedangkan objectives adalah tujuan yang dirumuskan dalam kurikulum dengan
pernyataan yang lebih spesifik lagi dari goals
yaitu menyatakan dalam bentuk tuntutan perilaku sebagai hasil belajar. Dalam
kurikulum 2013 identik dengan tingkat Kompetensi Dasar.
Isi dan
struktur program yaitu “bahan” yang akan dipelajari oleh peserta didik. Dalam makna
ini, isi struktur program adalah kumpulan mata pelajaran atau bahan
pembelajaran lainnya. Isi dan struktur program merupakan komponen kurikulum
yang banyak diperbincangkan setiap saat merumuskan nama mata pelajaran. Untuk menentukan
nama mata pelajaran terkadang berdebat kusir tanpa menetapkan landasan filsafat
kurikulum yang dianut. Padahal, mencantumkan nama mata pelajaran adalah salah
satu laternatif saja dalam menyusun struktur program karena dalam merumuskan
materi kurikulum dapat berasal dari tiga sumber yaitu ilmu pengetahua,
masyarakat, dan peserta didik. (Wina Sanjaya, 2008).
Materi kurikulum
yang berasal dari ilmu pengetahuan akan terlihat dari nama mata pelajaran yang
serupa dengan nama ilmu pengetahuan seperti ekonomi, bilogi, dan lain-lain. Isi
kurikulum diambil dari setiap disiplin ilmu. Para pengembang kurikulum tidak
perlu repot mencari isi kurikulum, karena mereka tinggal memilih materi mana
yang perlu dikuasai oleh peserta didik. (Wina Sanjaya, 2008).
Komponen media
atau sarana dan prasarana pembelajaran merupakan faktor pendukung dalam
implementasi kurikulum. Pemakaian media sangat strategis dalam pembelajaran
karan dapat dijadikan instrumen akselerasi pencapian tujuan kurikulum. Komponen
lainnya yang juga penting adlah strategi dan proses pembelajaran. Pemilihan strategi
pembelajaran sesuai dengan tujuan dan isi materi kurikulum. Jika tujuan dan
bahan ajar memilki tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor maka
pemilihan strategi dan proses pembelajaran disesuaikan dengan tujuan dan isi
kurikulum.
Komponen terakhir
adalah evaluasi atau penilaian. Komponen ini diperlukan untuk mengukur
keberhasilan dalam pelaksanaan kurikulum. Evaluasi kurikulum dilakukan untuk
menilai rumusan tujuan kurikulum, isi ataupun materi kurikulum, media atau
saran dan prasarana pembelajaran, strategi dan proses pembelajaran, dan sistem
evaluasi kurikulum itu sendiri. Dalam proses evaluasi kurikulum ada yang
bersifat pre0ordinate yaitu kriteria
evaluasi diperispakan sejak awal dan ditetapkan berdasarkan indikator umum; fidelity yaitu kriteria dipersiapkan
sejak awal tetapi ditetapkan dari keadaan kurikulum yang dikembangkan; dan
pendekatan process yaitu kriteria
penilaian bersifat naturalistic inquiry, kualitatif,
dan fenomenologi yaitu peduli terhadap masalah yang sedang dihadapi untuk
segera diatasi. (Hamid Hasan, 2008).
sumber:
Yani, A. 2014. MINDSET KURIKULUM 2013. Bandung: Alfabeta.