Sifat hakikat manusia diartikan sebagai
ciri-ciri karakteristik, yang secara prinsipiil (jadi bukan hanya gradual)
membedakan manusia dengan hewan. Meskipun antara hewan dengan manusia banyak
kemiripan terutama jika dilihat dari segi biologisnya. Bahkan beberapa filosof
seperti Socrates menamakan manusia itu Zoon
Politicon(hewan yang bermasyarakat), Max Scheller menggambarkan manusia
sebagai Das Kranke Tier(hewan yang
sakit) (Drijarka, 1962: 138) yang selalu gelisah dan bermasalah.
Kenyataan dan pernyataan tersebut dapat
menimbulkan kesan yang keliru, mengira bahwa hewan dan manusia itu hanya
berbeda secara gradual, yaitu suatu perbedaan yang dengan melalui rekayasa
dapat dibuat menjadi sama keadannya. Seolah-olah dengan kemahiran rekayasa
pendidikan orang utan dapat dijadikan manusia. Charles Darwin(dengan teori
evolusinya) telah berjuang untuk menemukan bahwa manusia berasal dari primata
atau kera, tetapi ternyata gagal. Ada misteri yang dianggap menjembatani proses
perubahan dari primata ke manusia yang tidak sanggup diungkapkan atau bisa
disebut The Missing Link.
2.
Wujud Sifat
Hakikat Manusia
Pada
bagian ini aka dijelaskan wujud sifat hakikat manusia(yang tidak dimiliki oleh
hewan) yang dikemukakan oleh paham eksistensialisme, dengan maksud menjadi
masukan dalam membenahi konsep pendidikan, yaitu:
a.
Kemampuan Menyadari Diri
Kaum Rasionalis menunjuk
kunci perbedaan manusia dengan hewan pada adanya kemampuan menyadari diri yang
dimiliki oleh manusia. Berkat kemampuan ini manusia menyadari diri bahwa
manusia memiliki ciri khas atau karakteristik. Hal ini menyebabkan manusia
dapat membedakan dengan yang lain dan dengan lingkungan fisik di sekitarnya.
Kemampuan membuat jarak dengan lingkungannya berarah ganda, yaitu ke arah
keluar dan ke dalam.
Dengan arah keluar, aku
memnadang dan menjadikan lingkungan sebagai objek, selanjutnya aku memanipulasi
ke dalam lingkungan untuk memenuhi kebutuhannya. Puncak aktivitas yang mengarah
keluar ini dapat dipandang sebgai gejala egoisme.
Dengan arah ke dalam, aku memberi status kepada lingkungan sebagai subjek
yang berhadapan dengan aku sebagai objek, yang isinya pengabdian, pengorbanan,
tenggang rasa, dan sebagainya. Dengan kata lain aku beradaptasi dengan
lingkungan di sekitarnya. Di dalam proses pendidikan, kecenderungan dua arah
tersebut perlu dikembangkan secara berimbang. Pengembangan arah keluar
merupakan pembinaan aspek sosialitas, sedangkan pengembangan arah ke dalam
berarti pembinaan aspek individualitas manusia.
Yang lebih istimewa ialah
bahwa manusia di karuniai kemampuan untuk membuat jarak(distansi) diri dengan
akunya sendiri. Aku seolah-olah keluar dari dirinya dengan berperan sebagai objek
untuk melihat kelebihan dan kekurangan yang terdapat pada dirinya. Pada saat
demikian seorang aku dapat berperan ganda(sebagai subjek sekaligus objek),
suatu aktivitas yang tidak mudah dilakukan.
b.
Kemampuan Bereksistensi
Dengan keluar dari dirinya, dan dengan membuat jarak
antara aku dengan dirinya sebagai objek, lalu melihat objek sebagai sesuatu,
berarti manusi itu dapat menembus dan menerobos
dan mengatasi batas-batas yang membelenggu dirinya. Kemampuan menerobos
ini bukan saja dalam kaitannya dengan soal ruang, melainkan juga waktu.
Kemampuan inilah yang disebut dengan kemampuan
bereksistensi. Kemampuan bereksistensi perlu dibina melalui pendidikan.
Peserta didik diajar agar belajar dari pengalamannya, belajar mengantisipasi
suatu keadaan dan peristiwa, belajar melihat prospek masa depan dari sesuatu,
serta mengembangkan daya imajinasi kreatif sejak dari masa kanak-kanak.
c.
Kata Hati(Consience of Man)
Kata hati juga sering disebut dengan istilah hati
nurani, lubuk hati, suara hati, pelita hati, dan sebagainya. Consience ialah “pengertian yang ikut
serta” atau “pengertian yang mengikut perbuatan”. Manusia memiliki pengertian
yang menyertai tentang apa yang akan,
yang sedang, dan yang telah dibuatnya, bahkan mengerti akibatnya(baik atau buruk) bagi manusia
sebagai manusia.
Orang yang tidak memiliki pertimbangan dan kemampuan
untuk mengambil keputusan tentang baik/benar dan yang buruk/salah ataupun
kemampuan dalam mengambil keputusan tersebut hanya sudut pandangan tertentu,
dikatakan bahwa kata hatinya tidak cukup
tajam. Dan orang yang memiliki kecerdasan akal budi sehingga mampu
menganalisis dan mampu membedakan yang baik/benar dengan yang buruk/salah bagi
manusia disebut tajam kata hatinya.
Dapat disimpulkan bahwa kata hati itu adalah kemampuan
membuat keputusan tentang yang baik/benar dan yang buruk/salah bagi manusia
sebagai manusia. Dalam kaitan dengan moral(perbuatan), kata hati merupakan
“petunjuk bagi moral/perbuatan”. Usaha untuk mengubah kata hati yang tumpul
menjadi kata hati yang tajam disebut pendidikan kata hati(gewetan forming).
Realisasinya dapat ditempuh dengan melatih akal kecerdasan dan kepekaan emosi.
Tujuannya agar orang memiliki keberanian moral yang didasari oleh kata hati
yang tajam.
d.
Moral
Jika kata hati diartikan sebagai bentuk pengertian
yang menyertai perbuatan, maka yang dimaksud dengan moral(etika) adalah
perbuatan itu sendiri. Seseorang yang memiliki kata hati yang tajam belum tentu
perbuatannya merupakan realisasi dari kata hatinya itu. Untuk menjembatani
jarak yang mengentarai masih ada aspek yang diperlukan yaitu kemauan.
Dari uraian diatas tersebut dapat disimpulkan bahwa
moral yang sinkron dengan kata hati yang tajam yaitu benar-benar baik bagi
manusia sebagai manusia merupakan moral yang baik atau moral yang
tinggi(luhur). Sebaliknya perbuatan yang tidak sinkron dengan kata hati yang
tajam ataupun merupakan realisasi dari kata hati yang tumpul disebut moral yang
buruk atau moral yang rendah(asor) atau lazim dikatakan tidak bermoral. Seorang
dikatakan ber moral tinggi karena ia menyatukan diri dengan nilai-nilai yang
tinggi, serta segenap perbuatannya merupakan peragaan dari nilai-nilai yang
tinggi tersebut. Etika biasanya dibedakan dengan etiket. Jika etika(moral) menunjukkan kepada
perbuatan yang baik/benar atau yang salah, yang berperikemanusiaan atau yang
jahat, maka etiket hanya berhubungan
dengan soal sopan santun. Karena nilai moral berkaitan erat dengan keputusan
kata hati, yang dalam hal ini berarti bertalian erat dengan nilai-nilai, maka
sesungguhnya moral itu adalah nilai-nilai kemanusiaan.
e.
Tanggung Jawab
Kesediaan untuk menanggung segenap akibat dari
perbuatan yang menuntut jawab, merupakan pertanda dari sifat orang yang
bertanggung jawab. Wujud bertanggung jawab ada macam-macam, ada tanggung jawab
kepada diri sendiri, masyarakat, dan Tuhan.
Di sini tampak hubungan yang erat antara kata hati,
moral, dan tanggung jawab. Kata hati memberi pedoman, moral melakukan, dan
tanggung jawab merupakan kesediaan menerima konsekuensi dari perbuatan. Eratnya
hubungan antara ketiganya itu juga terlihat dalam hal kadar kesediaan
bertanggung jawab itu tinggi apabila perbuatan sinkron dengan kata hati. Itulah
sebabnya orang yang melakukansesuatu karena paksaan(bertentangan dengan kata
hati) sering tidak bersedia untuk memikul tanggung jawab atas akibat dari apa
yang telah dilakukannya.
Dengan
demikian, tanggung jawab dapat diartikan sebagai keberanian untuk menentukan
bahwa sesuatu perbuatan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia, dan bahwa hanya
karena itu perbuatan tersebut dilakukan, sehingga sanksi apapun yang
dituntutkan diterima dengan penuh kesadaran dan kerelaan. Dari uraian ini
menjadi jelas betapa pentingnya pendidikan moral bagi peserta didik baik
sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat.