• About
  • Contact
  • Submit Article

Media Pendidikan dan Perkembangannya

 on Sunday, October 30, 2016  

Media Pendidikan dan Perkembangannya

 

A.        Media Pendidikan
Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau penganta. Medòë adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.
       Banyak batasan yang diberikan orang tentang media. Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Association of Education and Communication Technoloy/AECT) di Amerika, membatasi media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan orang untuk menyalurkan pesan/informasi. Gagne (1970) menyatakan bahwa media adalahberbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Sementara itu, Briggs (1970) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan dan merangsang siswa untuk belajar. Contohnya buku, film, kaset, film bingkai, musik, dan lain sebagainya.
       Asosiasi Pendidikan Nasional (National Education Association/NEA) memiliki pengertian yang berbeda. Media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta perlatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dan dibaca. Apapun batasan yang diberikan, ada persamaan di antara batasan tersebut yaitu bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.

 Media Pendidikan
Media Pendidikan copyright 2016 Kuingin Baca
B.        Perkembangan Media Pendidikan
Kalau kita lihat perkembangannya, pada mulanya media hanya dianggap sebagai alat bantu mengajar guru (teaching aids). Alat bantu yang dipakai adalah alat bantu visual, misalnya gambar, model, objek, dan alat-alat lain yang dapat memberikan pengalaman konkret, motivasi belajar serta mempertinggi daya serap dan retensi belajar siswa. Namun sayang, karena terlalu memusatkan perhatian kepada alat bantu visual yang dipakainya maka orang kurang memerhatikan aspek desain, pengembangan pembelajaran (instruction) produksi dan evaluasinya. Dengan masuknya pengaruh teknologi audio pada sekitar pertengahan abad ke-20, alat visual untuk mengkonkretkan ajaran ini dilengkapi dengan alat audio sehingga kita kenal adanya alat audio visual atau audio visual aids (AVA).
Bermacam peralatan dapat digunakan oleh guru untuk menyampaikan pesan ajaran kepada siswa melalui penglihatan dan pendengaran untuk menghindari verbalisme yang masih mungking terjadi kalau hanya digunakan alat bantu visual semata. Dalam usaha memanfaatka media sebagai alat bantu ini Edgar Dale mengadakan klasifikasi pengalaman menurut tingkat dari yang paling konkret ke tingkat paling abstrak. Klasifikasi tersebut kemudian dikenal dengan nama kerucut pengalaman (cone of experience) dari Edgar Dale dan pada saat itu dianut secara luas dalam menentukan alat bantu apa yang paling sesuai untuk pengalaman belajar tertentu.
Pada akhir tahun 1950 teori komunikasi mulai memengaruhi penggunaan alat bantu audio visual, sehingga selain sebagai alat bantu media juga berfungsi sebagai penyalur pesan atau informasi belajar. Sejak saat itu, alat audio visual bukan hanya dipandang sebagai alat bantu guru saja, melainkan juga sebagai alat penyalur pesan atau media. Teori ini sangat penting dalam penggunaan media untuk kegiatan program-program pembelajaran. Sayang sampai saat itu pengaruhnya masih terbatas pada pemilihan media saja. Faktor siswa yang menjadi komponen utama dalam proses belajar belum mendapat perhatian.
Baru pada tahun 1960-1965 orang mulai memperhatikan siswa sebagai komponen yang penting dalam proses belajar mengajar. Pada saat itu teori tingkah laku (behaviorism theory) ajaran B. F Skinner mulai memengaruhi penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran. Teori ini mendorong orang untuk lebih memerhatikan siswa dalam proses belajar mengajar. Menurut teori ini, mendidik adalah mengubah tingkah laku siswa. Perubahan tingkah laku ini harus tertanam pada diri seswa sehingga menjadi adat kebiasaan, setiap ada perubahan tingkah laku postif ke arah tujuan yang dikehendaki, harus diberi penguatan (reinforcement), berupa pemberitahuan bahwa tingkah laku tersebut telah betul. Teori telah mendorong diciptakannya media yang dapat mengubah tingkah laku siswa sebagai hasil proses pembelajaran. Media instruksional yang terkenal yang dihasilkan teori ini adalah teaching machine and programmed instruction.
Pada tahun 1965-1970, pendekatan sistem (system approach) mulai menampakkan pengaruhnya dalam kegiatan pendidikan dan kegiatan pembelajaran. Pendekatan sistem ini mendorong digunakannya media sebagai bagian integral dalam program pembelajaran. Setiap program pembelajaran harus direncanakan secara sistematis dengan memusatkan perhatian pada siswa. Program pembelajaran direncanakan berdasarkan kebutuhan dan karakteristik siswa serta diarahkan berdasarkan kebutuhan dan karakteristik siswa serta diarahkan kepada perubahan tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Dalam perencanan ini media yang akan dipakai dan cara menggunakannya telah dipertimbangkan dan ditentukan dengan seksama.
Pada dasarnya para guru dan ahli audio visual menyambut baik perubahan ini. Guru-guru mulai merumuskan tujuan pembelajaran berdasarkan tingkah laku siswa. Untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut, mulai dipakai berbagai format media. Dari pengalaman mereka, guru mulai belajar bahwa cara belajar siswa itu berbeda-beda, sebagian ada yang lebih cepat belajar melalui audio visual, sebagian melalui audio, dan lain sebagainya. Dari sini lahirlah konsep penggunaan multimedia dalam kegiatan pembelajaran.
Kita dapat melihat dari uraian yang dulu bahwa sudah selayaknya kalau media tidak lagi hanya dipandang sebagai alat bantu belaka bagi guru untuk mengajar, tetapi lebih sebagai alat penyalur pesan dari pemberi pesan (guru, penulisa buku, produser, dan sebagainya) ke penerima pesan (siswa/pelajar). Sebagai pembawa pesan, media tidak hanya digunakan oleh guru tetapi yang lebih penting lagi dapat pula digunakan oleh siswa. Oleh karena itu, sebagai penyaji dan penyalur pesan dalam hal-hal tertentu, media dapat mewakili guru menyampaikan informasi secara lebih teliti, jelas dan menarik. Fungsi tersebut dapat dilaksanakannya sengan baik walau tanpa kehadiran guru secara fisik. Peranan media yang semakin meningkat ini sering kali menimbulkan kekhawatiran di pihak guru. Guru takut apabila kedua fungsinya akan digeser oleh media pendidikan. Kekhawatiran semacam ini pernah pula terjadi pada saat masuknya buku teks sebagai hasil ditemukannya mesin cetak ke sekolah. Seperti telah dikatakan di depan, guru pada mulanya merupakan satu-saunya sumber belajar. Tuntutan perkembangan zaman mengharuskan direkamnya pesan-pesan pendidikan dan pembelajaran secara tertulis dalam bentuk buku. Pada saat itu guru juga merasa tersaingi oleh media cetak ini.
Kekhawatiran-kekhawatiran semacam itu sebenarnya tak perlu ada kalau kita ingat betul tugas dan peranan guru yang sebenarnya. Memberikan perhatian dan bimbingan secara invidual kepada siswa-siswanya adalah tugas penting yang selama ini belum dilaksanakan oleh guru sepenuhnya. Guru dan media pendidikan hendaknya bahu-membahu dalam memberi kemudahan belajar bagi siswa. Perhatian dan bimbingan secara individual dapat dilaksanakan oleh guru dengan baik sementar informasi dapat pula disajikan secara jelas, menarik, dan teliti oleh media pendidikan.
Sumber:

Sadiman, A. S., Rahardjo, R., Haryono, A., Rahardjito. 2011. MEDIA PENDIDIKAN: Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: RajaGrafindo Sejahtera dan Pustekkom Dibud.

Media Pendidikan dan Perkembangannya 4.5 5 Kuingin Baca Sunday, October 30, 2016 Media Pendidikan dan Perkembangannya Media Pendidikan dan Perkembangannya   A.         Media Pendidikan Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak da...


Kuingin Baca